Aren Indonesia

Berita 2009-1 (Jan-Jun)

Januari 2009

Petani Sumut Belum Jadikan Aren sebagai Komoditas Ungulan

Oleh: *abyadi siregar,  MedanBisnis, 21-01-2009

Sumber: http://www.medanbisnisonline.com/2009/01/21/petani-sumut-belum-jadikan-aren-sebagai-komoditas-ungulan/

MedanBisnis – Medan. Direktur Eksekutif Lembaga Pemberdayaan dan Penguatan Publik (LAMPIK) Mayjen Simanungkalit mengatakan, petani si Sumatera Utara (Sumut) belum menjadikan tanaman bagot (aren/enau) sebagai komoditas unggulan.

“Tanaman bagot masih dikelola secara tradisional dan terbatas untuk bahan baku tuak dan gula sakka (gula aren) dengan pola tradisional,” katanya dalam Workshop Peluang Bisnis Komoditi Bagot yang digelar LAMPIK di Medan, Sabtu dan Minggu (17-18/1).

Dalam workshop diikuti 30 orang peserta berasal dari petani Taput, Sipirok, Simalungun, pemerintah ecamatan/emda serta para aktivis masyarakat lainnya, Mayjen memaparkan peluang dan strategi pengembangan tanaman bagot sebagai komoditas unggulan yang masih terbuka untuk dikembangkan.
Menurut Mayjen, petani di Sumut perlu menggalakkan budidaya bagot guna memenuhi kebutuhan gula sakka (gula merah) yang terus meningkat. Juga memanfaatkan potensi lahan tidur yang masih terhampar luas di sejumlah daerah. “Peluang mengembangkan industri hilir dari tanaman bagot di Sumut masih terbuka lebar. Selain karena pasaran lokal masih terbuka, juga adanya pangsa pasar eksport yang menjanjikan,” ujarnya.

Sampai saat ini, kata dia, Sumut belum mampu memenuhi kebutuhan gula aren di pasaran lokal. Demikian juga untuk minuman tuak sebagai minuman tradisional khas sejumlah etnis di Sumut, belum mampu dipenuhi secara teratur.

Tiap tahun Sumut hanya mampu memproduksi 2.708 ton gula aren dari lahan sekitar 4.400 hektar yang tersebar secara acak di hutan-hutan tropis. Sedangkan kebutuhan pertahun, Sumut membutuhkan 20.000 ton.
Begitu juga peluang ekspor, Sumut belum dapat menyanggupi permintaan gula aren sejumlah negara di kawasan Asia dan Eropa seperti Jepang. Yang kemudian diikuti permintaan lidi, ijuk dan akar yang semuanya merupakan bagian tak terpisahkan dari tanaman Bagot.

Pemasok gula aren di Jepang saat ini masih didominasi Thailand yang menguasai pasar 49%, Australia 39%, dan Afrika Selatan 12%. Maka bila saja tanaman Bagot dijadikan sebagai komoditas unggulan di Sumut, petani kita tentu bakal meraup devisa lebih besar lagi.

Mayjen sendiri kini sedang mengembangkan kebun bagot di atas lahan 10 hektar di Desa Hopong Kecamatan Simangumban Taput. Selain sebagai sarana penelitian tanaman bagot, areal tersebut juga menjadi pilot proyek bagi pengembangan bagot di wilayah Pahae, Taput.Dia mengatakan, pohon bagot adalah komoditas multiguna yang layak dikembangkan secara profesional. Mulai dari akar sampai daun, semuanya memiliki nilai ekonomis sangat tinggi.

Pebruari 2009

Prabowo: Indonesia Bisa Swasembada Etanol dari Aren

Oleh: Henri, MedanBisnis, 11-02-2009

Sumber: http://www.medanbisnisonline.com/

MedanBisnis – Panyabungan

Ketua Umum DPP Partai Gerindra H Probowo Subianto menyatakan, petani di Indonesia akan selalu berada di posisi lemah dan tak mampu bangkit jika kebijakan negara tak diubah secara radikal.

“Sektor pertanian merupakan hal yang sangat dahsyat bagi peningkatan ekonomi masyarakat dan negara jika dikelola dengan baik serta ada keberpihakan yang maksimal pada sektor ini,” kata Prabowo di hadapan para ulama dan ribuan santri di Pondok Pesantren Mustafawiyah Purba Baru, Mandailing Natal, Senin (9/2).

Sebagai contoh kata Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) itu, aren. Aren mengandung etanol yang bisa menggantikan posisi solar sebagai bahan bakar. Satu hektar pohon aren menghasilkan 20 ton etanol.

Bila luas tanaman aren mencapai 4 juta hektar saja, Indonesia akan mampu menghasilkan 560 juta barrel etanol. Bila sebagian dari sekitar 58 juta hektar hutan rusak di Indonesia ditanami pohon aren, maka Indonesia akan menjadi negara pengekspor etanol.

”Orang Eropa dan Afrika sudah datang ke Indonesia mencari bibit aren. Kalau sempat negara lain mengembangkan tanaman aren di negara mereka, kita akan gigit jari. Jangan negara lain menjual hasil aren kepada kita.

Swasembada aren sama dengan swasembada energi. Itu bisa,” ujarnya. Itu kata Prabowo hanya salah satu contoh bila potensi alam dikelola dengan serius. Indonesia katanya merupakan negara yang kaya sumber daya alam. Seperti mukjizat dari Tuhan. “Saya sudah bertemu dengan banyak pemimpin negara-negara di berbagai dunia, meraka berdecak kagum menyaksikan kekayaan alam kita. Tapi rakyatnya tetap miskin,” sebut Prabowo. Keterpurukan petani selama ini, kata Prabowo akibat sistem yang salah.

Sistem kapitalis dan neoliberal harus diganti dengan sistem ekonomi kerakyatan. ”Neoribelaisme itu jangan dipertahankan lagi. Kita harus kembali ke ekonomi kerakyatan,” katanya.

Pada sistem ekonomi kerakyatan ini serta kebijakan-kebijakan negara nantinya, para petani harus berada pada posisi ujung tombak. Pemerintah tak boleh malu-malu untuk menjalankan sitem ekonomi kerakyatan. ”Bila panen tiba, harga pertanian akan turun, saat musim tanam tiba pupuk jadi langka. Serahkan kepada petani, jangan kepada pasar,” ujar Prabowo.

Menancapkan Aren di Bumi Salada

Sumber: http://buletinbw.blogspot.com/2009/02/menancapkan-aren-di-bumi-salada_10.htmlRabu, 2009 Februari 11

Fakta yang mengatakan kalau luas hutan di Indonesia semakin berkurang tiap tahunnya adalah benar. Menurut data dari Greenpeace aja, luas hutan di Indonesia berkurang seluas 1 kali lapangan sepak bola setiap harinya. Data itu ditinjau berdasarkan aktifitas illegal logging atau penebangan liar alias tidak resmi alias maling kayu yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan pengolah kayu. Namun nampaknya data tersebut belum termasuk aktifitas penebangan liar yang kecil-kecil seperti yang dilakukan oleh masyarakat sekitar hutan.

PICT0006

PICT0019

Sebagai contoh seperti yang terjadi di hutan lindung Gunung Salada, Desa Bojongkoneng, Sentul Bogor. Masyarakat sekitar hutan lindung tersebut masih dengan bebas melakukan penebangan liar. Akibatnya perlahan namun pasti Gunung Salada menjadi gundul dan rawan akan longsor. Lebih dari itu, perbukitan gunung itu dijadikan lahan bercocok tanam, yaitu Singkong.

Aksi

Melihat kondisi tersebut, salah seorang tokoh terkemuka di Indonesia, yaitu Bpk.Letjen. Purn. Prabowo Subianto merasa prihatin. Beliau tergugah untuk mereboisasi kawasan Gunung Salada dengan tanaman Aren. Kenapa Aren?, maksudnya agar kelak setelah pohon Aren itu tumbuh besar selain menghijaukan kembali Gunung Salada, juga para penggarap lahan atau masyarakat yang menanam dapat mengambil air Nira dari Aren tersebut.

Untuk melaksanakan niat tersebut ditunjuklah Bpk. Edy Prabowo sebagai koordinator yang tugasnya menghimpun para pelaksana di lapangan. Sebagai hasilnya terjalin kerjasama dengan Bharawana . Untuk itu ditugaskanlah dua orang anggota Bharawana yaitu Abdul ‘AME’ (BW14093BHG) dan Meiki W Paendong (BW05042RD).

PICT0010

PICT0016

Selanjutnya, tugas pertama kami berdua adalah melakukan pendekatan sosial kepada para penggarap lahan sekaligus memberikan penyuluhan dan pengarahan akan arti penting hutan lindung buat masa depan. Setelah itu memberikan motivasi untuk mau menanam Aren di lahan garapan mereka.

Di lahan gundul Gn. Salada sedikitnya ada 21 orang petani penggarap. Luas lahan yang telah digarap petani sekitar 21,8 hektar. Tidak gampang memang untuk meyakinkan mereka untuk mau menanm Aren. Tapi dengan pendekatan yang intensif dan kekeluargaan, merekapun akhirnya mau menerima dan menyadari. Sebagai hasilnya, sekitar 2000 bibit Aren telah tertanam dan menghuni kawasan Gn. Salada.

Memang, masih butuh waktu sekira 5 tahun lagi sampai pohon Aren tumbuh besar dan dapat diexploitasi. Tapi yang jelas ada dua hal penting yang layak dijadikan sebagai sandaran masa depan, yaitu menyelamatkan kembalai hutan Gn. Salada dan memberikan tambahan penghasilan ekonomi bagi masyrakat sekitar hutan. Dengan begitu manusia dan lingkungan dapat hidup berdampingan dalam harmoni yang berkepanjangan. Itu sudah sepatutnya. (BW05042RD)

Pengrajin Aren Beralih Produksi Tuak

Sumber: http://infojambi.com/Kamis, 12/02/2009 | 00:40 WIB

SAROLANGUN – Para pengrajin gula aren di Desa Mentawak Baru, Kecamatan Air Hitam, Kabupaten Sarolangun lebih memilih memproduksi tuak (air nira) dari pada gula aren. Pasalnya, memproduksi tuak lebih menguntungkan dari pada memproduksi gula aren.

Bagaimana tidak, untuk memproduksi 1 kilogram gula aren dengan harga Rp6.500 membutuhkan 4-5 liter air nira dari pohon aren dan proses selama 4 hari. Sedangkan air nira dihargai Rp 2.000 perliternya.

‘’Penduduk lebih memilih memproduksi tuak, lebih menguntungkan dan tak butuh waktu lama,’’ kata Asarwan, ketua kelompok tani perajin gula aren di Desa Mentawak Baru.

Kenyataan itu terungkap saat Wabup beserta rombongan berkunjung ke Desa Mentawak Baru guna mengunjungi perajin gula aren.

Kadis Perindagkop Kabupaten Sarolangun, Muswarsyah SE MM, mengatakan, kualitas gula aren dari desa Mentawak Baru sangat bagus. Buktinya, saat mengikuti pameran dibeberapa daerah gula are nasal desa Mentawak Baru paling digemari dibandingkan gula aren dari daerah lain.

‘’Harganya mencapai Rp8.000 perkilogram, dan selalu mendapatkan pesanan dalam jumlah besar,’’ ungkap Muswarsyah.

Sementara itu, Cek Endra mengatakan, pihaknya melalui Perindagkop akan membantu pengrajin aren, dengan penambahan lahan serta bibit aren yang selama ini menjadi kendala perajin.

‘’Tiap rumah akan dibantu 10 batang pohon aren untuk ditanam, guna menambah penghasilan mereka,’’ katanya.

Pemkab juga terangnya akan berusaha menyrati PT JAW salah satu perusahaan yang bergerak dalam perkebunan sawit yang beroperasi di daerah itu, untuk bisa menggunakan lahan HGU untuk dibikin lahan penanaman pohon aren.

‘’Kedepan di Mantawak ini bisa menjadi sentral gula aren,’’ sebutnya. (infojambi.com/DIA)

Disbun Sulbar Kembangkan Tanaman Aren

Sumber: http://www.beritakotamakassar.com/Senin, 16-02-2009

MAMUJU, BKM — Tanaman aren yang banyak tersebar di wilayah Sulawesi Barat dianggap mampu memberikan perubahan dan peningkatan perekonomian di daerah ini. Karena hasil dari buah aren bisa menghasilkan gula, yang jika dikelola denganj baik akan bisa menggenjot pasar lima kabupaten di Sulbar.

Kepala Dinas Perkebunan (Kadisbun) Sulbar, Muhtar Belo mengakui, untuk tahun 2009 ini pihaknya akan fokus pada pengembangan tanaman aren. Pihaknya akan mencari formulasi sehingga hasil dari aren bisa menjadi industri rumah tangga.

Diakui Muhktar, saat ini jumlah usaha pengelolaan aren masih terbilang kecil. Namun begitu, dengan potensi yang ada saat ini dia optimis komoditi ini bisa menjadi peluang peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Kalkulasi yang dimiliki Disbuh, mereka yang berkecimpung pada pengelolaan aren ini baru sekitar 5-10 persen dari jumlah petani di Sulbar. Itupun masih dilakukan secara tradisional.

”Petani yang mengembangkan tanaman aren baru sebatas sampingan. Belum dilakukan secara profesional. Padahal jika dikelola dengan baik, tanaman aren bisa menghasilkan produksi yang lebih besar,” ujar Muhktar di ruang kerjanya, Jumat (13/2).

Program Disbun Sulbar ke depan adalah mencoba mengembangkan tanaman aren jadi usaha yang digeluti petani. Saat ini ada dua kabupaten yang tanaman arennya cukup potensial, masing-masing Polman dan Mamuju Utara. (K20/rus)

Gula Aren Masarang Tembus Pasar Ekspor

Oleh Umi Kalsum, Ferial, Sabtu, 21 Februari 2009, 17:56 WIB

Sumber: http://bisnis.vivanews.com/

VIVAnews – Tidak selamanya program coorporate sosial responsibility yang wajib dilakukan perusahaan berupa uang. PT Pertamina Geothermal (PGE) di Lahendong, Sulawesi Utara mengubah kebiasaan itu. Perseroan justru menyalurkan uap panas bumi yang diproduksinya.

Uap panas itu disalurkan ke Pabrik Gula Aren Masarang. Pemanfaatan uap panas bumi untuk gula aren tersebut merupakan yang pertama di Indonesia maupun dunia.

Kepala Yayasan Masarang, Willie Smits, yang juga pemilik Pabrik Gula Aren Masarang menceritakan dengan pemanfaatan uap panas bumi sebagai energi pengolah gula aren, maka para petani nira tidak perlu repot lagi mencari kayu bakar untuk mengolah aren yang pada akhirnya berpotensi merusak lingkungan. “Kami membeli nira Rp 1.000 per liter dari petani, ini meningkatkan pendapatan petani,” kata dia.

Willie menceritakan, saat ini sekitar 6.000 petani di Manado telah menjual hasil sadapannya ke pabrik yang sudah berhasil menembus pasar ekspor ini. Beberapa negara yang menjadi pasar ekspor gula aren produk Masarang ini antara lain Jepang, Belanda, Jerman dan Swiss. “Saat ini kita coba jajaki pasar Amerika, tetapi sepertinya tidak mudah karena ada prosedur-prosedur yang sulit,” tuturnya.

Nilai ekspor gula aren ini, kata Willie, mencapai Rp 8 miliar per tahun dengan harga per kilogram Rp 110.000. Tetapi, sayangnya gula aren hasil pabrik yang dibangun dengan modal awal Rp 9 miliar ini ini tidak bisa dipasarkan di domestik karena tidak memiliki sertifikasi dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan dan Departemen Perindustrian karena terhambat persoalan kelayakan yang belum diakui Pemerintah.

Koordinator Petani Nira di Kabupaten Tomohon Yusuf Wungouw juga menuturkan saat ini petani Nira di Tomohon juga menjual hasil niranya ke pabrik Masarang. “Satu petani kira-kira punya 200 pohon aren,” kata dia.

Yusuf menjelaskan, jika kandungan gula dalam nira melebihi 14 persen maka harga jualnya ke Masarang lebih dari Rp 1.000 pe liter. Dengan adanya pabrik gula Masarang itu, kata dia, sangat membantu masyarakat Tomohon mengingat penghasilan bekerja di pabrik tersebut melebihi upah minimum regional.

Kemandirian Energi Lewat Aren

Minggu, 22 Pebruari 2009

Sumber: http://www.partaigerindra.or.id/

Capres Partai Gerindra Prabowo Subianto bertekad mengembangkan sumber energi alternatif dari pohon aren. Budidaya aren bisa dilakukan dengan memanfaatkan lahan-lahan hutan yang rusak.

“Pohon aren adalah sumber energi yang sangat menjanjikan. Aren dapat dijadikan sebagai bahan bakar etanol,” ujar Prabowo dalam diskusi terbatas di sekretariat Gerindra Media Centre (GMC), Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu.

Dengan budidaya aren, kata Prabowo, Indonesia nantinya tidak saja akan mencapai swasembada energi, tapi sekaligus juga menghidupkan kembali lahan-lahan hutan yang rusak akibat penebangan liar atau kebakaran hutan.

Pemanfaatan hutan-hutan yang rusak – yang jumlahnya jutaan hektar – untuk budidaya aren, menurut Ketua Umum HKTI tersebut, juga akan menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang sangat banyak.

“Jika kita membuka 4 juta hektar saja lahan hutan yang rusak untuk budidaya aren, setidaknya 24 juta orang bisa mendapatkan pekerjaan. Ini dengan asumsi, satu hektar hanya dikerjakan oleh 6 orang,” tandasnya.

Selain itu, aren juga mudah ditanam. Bahkan, kata Prabowo, aren akan tumbuh subur jika ditanam dengan sistem tumpang sari – di sekitarnya ditanami pohon lain. Dengan demikian juga efektif untuk mencegah erosi.

Prabowo mengaku, saat ini timnya tengah mengkaji proses produksi pohon aren menjadi bahan bakar etanol. (Detik.com)

Maret 2009

Prabowo Akan Buka Lahan Sawah dan Aren

By Republika Newsroom, Selasa, 10 Maret 2009 pukul 17:07:00

Sumber: http://www.republika.co.id/berita/36347/Prabowo_Akan_Buka_Lahan_Sawah_dan_Aren

20090310170654

JAKARTA — Calon presiden (Capres) dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Prabowo Subianto di Jakarta, Selasa meluncurkan delapan program aksi untuk memakmurkan rakyat, termasuk membuka dua juta hektare lahan sawah baru dan empat juta hektare lahan aren.

Delapan program aksi yang diluncurkan meliputi penjadwalan pembayaran utang luar negeri, menyelematkan kekayaan negara untuk memberantas kemiskinan, melaksanakan ekonomi kerakyatan sesuai Pasal 33 UUD 1945, pemberdayaan pedesaan, memperkuat sektor usaha kecil dan memandirikan pengelolaan dan pemanfaatan energi dan sumber daya alam.

Pembukaan lahan sawah baru dan lahan untuk pohon aren itu merupakan bagian dari program ekonomi kerakyatan. Menurut Prabowo, apabila satu hektare lahan sawah baru menyerap enam tenaga kerja, maka 12 hektare lahan sawah akan menyerap 12 juta orang.

Begitu juga apabila untuk membuka satu hektare lahan aren membutuhkan enam tenaga kerja, maka untuk 4 hektare lahan aren akan mampu menyerap 24 juta tenaga kerja. “Hal ini akan sangat penting untuk menyerap tenaga kerja serta memberdayakan petani,” katanya.

Lahan sawah diarahkan untuk meningkatkan produksi beras nasional, sedangkan pohon aren akan sangat penting untuk kebutuhan ethanol yang bisa diolah menjadi bahan bakar.

Kebutuhan aren di dunia akan terus meningkat sering dengan meningkatnya diversifikasi bahan bakar. Pembukaan lahan aren sedang digencarkan Brasil, Kolombia dan Tanzania.

Di negara-negara tersebut, aren akan menjadi bahan baku utama bahan bakar, karena itu, jutaan hektare lahan aren sedang dibuka.

“Bibitnya darimana? Dari Minahasa (Sulawesi Utara). Ironis kalau Indonesia mengabaikan perlunya mengembangkan pohon aren,” katanya.

Prabowo mengemukakan, selama 10 tahun terakhir, kemandirian bangsa cenderung menurun. Sektor pertanian yang semestinya menjadi andalan, justru dipinggirkan sehingga berbagai produk pertanian tidak bisa menghasilkan untuk kepentingan masyarakat maupun negara. Indonesia hanya mampu mengandalkan ekspor produk mentah dan tidak mampu menghasilkan produk olahan. Indonesia sebenarnya produsen coklat dan karet terbesar di dunia. Tetapi pabrik coklat terbesar justru di Singapura dan Malaysia.

“Begitu juga kita kita punya pabrik pengolah karet sehingga harus mengimpor ban kendaraan,” kata Prabowo yang pada saat itu memperkenalkan tim ahlinya, termasuk mantan Dirut Pertamina Widya Purnama dan mantan staf ahli menteri pertanian Dr Rahmat Pambudi.

Prabowo mengemukakan, menurunnya kemandirian bangsa selama 10 tahun terakhir menyebabkan tidak adanya akumulasi kekayaan nasional. Sebaliknya, justru terjadi aliran kekayaan ke luar negeri.

“Hal itu mengindikasikan bahwa sebenarnya tidak tercapai kesejahteraan,” katanya.

Terjadinya aliran kekayaan ke luar negeri juga akibat tidak adanya kewajiban bagi perusahaan-perusahaan asing yang mengelola sumber daya alam nasional untuk menyetorkan keuntungan kepada negara. Padahal perusahaan-perusahaan itu menggunakan infrastruktur, listrik dan membayar tenaga kerja sesuai Upah Minimum Regional (UMR) yang murah.

“Kalau begini, siapapun yang memimpin tidak akan mampu menyejahterakan masyarakat,” katanya yang menambahkan, jika terpilih menjadi presiden maka perubahan sistem ekonomi dari kapitalis dan liberal akan dikembalikan sesuai Pasal 33 UUD 1945.

Dia menyatakan, tidak anti kapitalis apalagi dirinya dan juga kakaknya Hasim Djojohadikoesoemo juga pengusaha nasional. Tetapi mengembalikan sistem ekonomi sesuai konstitusi menjadi tanggungjawab dan tekad untuk segera diwujudkan.ant/taq

Potensi Pengembangan Pohon Aren Di Indonesia (solusi permasalahan kemandirian energi dan lingkungan)

Ditulis pada : March 11, 2009

Sumber: http://perubahanuntukrakyat.com/2009/03/11/potensi-pengembangan-pohon-aren-di-indonesia-solusi-permasalahan-kemandirian-energi-dan-lingkungan/

Program bagi-bagi uang yang digagas pemerintah sekarang tidak akan menyelesaikan masalah. Habis uang, kemiskinan tetap akan ada. Di sisi lain kita punya hutan yang menjadi paru-paru dunia, yang harus kita selamatkan. Untuk mengatasi tantangan tersebut, kami menawarkan gagasan pengembangan budi daya aren di Indonesia. Pohon Aren ini adalah sumber energi yang sangat menjanjikan. Aren ini dapat menghasilkan bermacam produk, yang ujungnya dapat dijadikan bahan bakar, etanol. Hebatnya, Pohon ini akan lebih bagus pertumbuhannya jika ditanam diantara pohon-pohon yang lain. Selain itu juga aren ini bisa menahan erosi, menambah subur tanah, mengendapkan air lebih banyak, dan menghasilkan bio etanol.

Aren merupakan tanaman yang sudah lama dimanfaatkan oleh penduduk Indonesia dengan produk utama berupa gula merah. Aren memiliki berbagai nama seperti nau, hanau, peluluk, biluluk, kabung, juk atau ijuk (aneka nama lokal di Sumatra dan (Semenanjung Malaya); kawung, taren (Sd.); akol, akel, akere, inru, indu (bahasa-bahasa di Sulawesi); moka, moke, tuwa, tuwak (di Nusa Tenggara), dan lain-lain.

Aren dapat tumbuh di daerah tropis dengan baik, namun hingga saat ini pengembangan potensi Aren di Indonesia masih sangat minim, hal ini ditunjukkan dengan minimnya teknologi pengolahan Aren, minimnya lahan Aren, produk turunan yang belum berkembang dan belum banyaknya pengelolaan Aren secara Industri di Indonesia.

Nira aren di beberapa daerah selain sebagai bahan pemanis, melalui proses fermentasi, Nira diubah menjadi minuman beralkohol yang dikenal dengan nama tuak. Alkohol yang dihasilkan secara ilmiah dikenal dengan nama Etanol (Bioetanol), Nira dapat diubah menjadi bioetanol dengan bantuan fermentasi oleh bakteri ragi (Saccharomyces cereviseae) dimana kandungan gula (sukrosa) pada nira dikonversi menjadi glukosa kemudian menjadi etanol.

Nira Aren memiliki kelebihan dibandingkan dengan bahan baku bioetanol lainnya seperti singkong dan jagung (tanaman penghasil pati) dikarenakan tahap yang dilakukan cukup satu tahap saja yaitu tahap fermentasi, sedangkan bioetanol yang berasal dari tumbuhan berpati memerlukan tahap hidrolisis ringan (sakarifikasi) untuk merubah polimer pati menjadi gula sederhana.

Aren memiliki kelebihan dibandingkan dengan tebu, dimana pohon aren lebih produktif menghasilkan nira dibandingkan dengan tebu dimana produktivitasnya bisa 4-8 kali dibandingkan tebu dan rendemen gulanya 12%, sedangkan tebu rata-rata hanya 7% .

Rata-rata produksi nira aren ialah sebesar 10 liter nira/hari/pohon bahkan pada masa suburnya untuk beberapa jenis pohon Aren (Aren Genjah) satu pohon perhari dapat menghasilkan nira aren sebesar 40 liter, dengan kalkulasi sederhana jika dalam satu hektar dapat tumbuh 200 pohon Aren dan tiap harinya disadap 100 pohon maka dalam satu hari dapat menghasilkan nira aren sebesar 1000 liter/ha/hari dengan rule of thumb konversi glukosa menjadi ethanol sebesar 0,51 g ethanol/g glukosa maka dalam satu hari bioethanol perhektar yang dapat diperoleh ialah 500 liter/hari.

Dari segi penumbuhan tanaman aren tidak tidak membutuhkan pupuk untuk tumbuh sehingga Aren dapat bebas dari pestisida dan lebih ramah lingkungan, selain itu Aren dapat ditanam di daerah lereng atau perbukitan serta tahan penyakit sehingga dibandingkan dengan Tebu pengelolaan Aren jauh lebih mudah. Tanaman aren juga lebih efektif jika ditanam secara tumpang sari. Dengan metode penanaman tersebut, petani aren juga dapat menikmati penghasilan tambahan dari tanaman tumpang sari lainnya. Tumpang sari juga bisa dimanfaatkan untuk melakukan konservasi terhadap berbagai jenis tumbuhan di hutan Indonesia.

Bahan Bakar Nabati yang dihasilkan aren seperti kita ketahui merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan, hal ini disebabkan emisi yang dikeluarkan khususnya emisi karbon sangatlah rendah, sehingga secara langsung dapat menjaga lingkungan sekitar pengguna bahan bakar dan secara tidak langsung dapat mengurangi efek dari pemanasan global (Perubahan iklim).

Selain itu pohon Aren merupakan pohon berdaun hijau, sehingga dengan menanam Aren, kita ikut serta dalam menumbuhkan paru-paru dunia dan mengurangi atau mencegah pemanasan global akibat emisi gas CO2 yang dihasilkan oleh aktivitas di bumi melalui proses fotosintesis. Dengan kondisi lingkungan yang semakin baik, kita dapat menyediakan masa depan lebih baik bagi anak-anak kita.

Pengembangan aren juga dapat menimbulkan multiplier effect dalam hal penyerapan tenaga kerja. Satu hektare perkebunan aren akan menyerap tenaga kerja sebanyak 6 orang. Jika kita membuka 4 juta Hektare perkebunan aren, maka kita dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi 24 juta orang. Belum lagi jika jumlah tersebut ditambah dengan tenaga kerja yang dibutuhkan pada industri pengolahan hingga ke pemasaran. Dengan terbukanya lapangan kerja, para ayah akan mampu menafkahi keluarga dan menyekolahkan anak-anaknya.

“Mengebor” Minyak di Pohon Aren

Sumber: Suara Pembaruan, Jumat 13 Maret 2009: http://alumnifatek.forumotion.com/

Krisis ekonomi global dan ketergantungan terhadap impor, ditambah kapasitas produksi minyak dalam negeri dari waktu ke waktu yang terus menurun, menuntut pemerintah mengembangkan bahan bakar alternatif yang lebih murah dan tentu harus ramah lingkungan.

Muncullah berbagai pilihan. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), yang memiliki segudang peneliti, mulai menyebut beberapa alternatif, di antaranya mengembangkan energi biomassa, biodiesel, dan bioetanol. Guna mengikat rencana tersebut, pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti BBM. Namun, peraturan ini dinilai belum cukup, karena hanya menekankan penggunaan batu bara dan gas sebagai pengganti BBM.

Pemerintah pun pada 25 Januari 2006, mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) No 1 Tahun 2006 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai bahan baskar lain. Sejak Inpres itu dikeluarkan, eksplorasi sumber-sumber alam alternatif dimulai. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pun hingga saat ini gencar memasyarakatkan penggunaan bahan bakar nabati untuk penghematan energi dan penyelamatan lingkungan.

Kalau kita kembali menelusuri sejarah, Rudolf Diesel, sang penemu mesin diesel, memang sejak awal merancang mesin diesel yang berbahan bakar minyak kacang. Rudolf lalu mendemonstrasikan temuannya itu dalam World’s Exhibition di Paris pada tahun 1900. Tetapi dalam perkembangannya, justru bahan bakar solar dari hasil olah minyak bumi yang banyak digunakan.

Dengan harga yang murah dan mendapat subsidi pemerintah, BBM menjadi pilihan satu-satunya, sampai akhirnya krisis global mendongkrak harga minyak ke level tertinggi dalam sejarah. Banyak pihak di negeri ini berteriak, menuntut pengembangan energi alternatif.

Yuddy Chrisnandi dalam Konvensi Calon Presiden RI 2009-2014 di Jakarta, Sabtu (7/3), mengatakan, kalau pemerintah salah mengelola, tahun 2040 minyak bumi akan habis. Calon presiden muda itu sangat cemas, bagaimana nasib bangsa ini kalau minyak bumi habis.

Marwah Daud, capres lain dari Dewan Integritas Bangsa (DIB) mengatakan, negara kita ini sangat kaya. Sumber daya alam melimpah. Tetapi kita miskin, karena pemerintah salah urus. Namun, jangan khawatir, ada banyak alternatif jika stok minyak bumi habis.
Saat ini, tegas Marwah, dirinya tengah mengembangkan bio- etanol di Garut, Jawa Barat. “Kita tidak akan jual singkong, tetapi bioetanol,” katanya.

Pemanfaatan bahan bakar nabati tentu membawa sebuah harapan besar akan terjadinya perubahan di negara ini. Selain meningkatkan devisa, pemanfaatan bahan bakar nabati juga akan membuka lapangan kerja baru dan membantu mengurangi angka kemiskinan. Selain itu, bahan bakar nabati ini juga diharap bisa mengurangi polusi udara akibat pembuangan gas dari kendaraan bermotor yang berbahan bakar minyak.

Namun, banyak pihak cemas, eksplorasi dan eksploitasi energi alternatif ini akan merusak hutan, melemahkan ketahanan pangan, dan merusak pasar domestik. Ada dua alternatif sumber biodiesel yang paling prospesktif saat ini, yakni minyak kelapa sawit dan jarak pagar. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, dibutuhkan lahan yang luas. Konversi hutan menjadi perkebunan kelapa sawit akan membuat hutan kita rusak. Aktivis lingkungan seperti Walhi memperkirakan industri biodiesel akan mengulangi kesalahan seperti yang telah dilakukan oleh industri pulp dan kertas, karena merusak hutan.

Program bahan bakar nabati juga akan mengakibatkan naiknya harga komoditas pertanian tertentu, sebagai dampak konversi besar-besaran tanaman pangan menjadi tanaman penghasil biofuel.

Dampak lain yang tidak kalah penting adalah ancaman kegagalan menciptakan pasar domestik. Ketika konversi lahan terlaksana, hasil panen melimpah, sementara pemerintah tidak menyiapkan teknologi pengolahan yang modern, maka kita hanya akan menjadi penyedia dan pengekspor bahan baku energi alternatif ke negara-negara industri. Kalau ini yang terjadi, sia-sia upaya mencari energi alternatif.

Pohon Aren

Prabowo Subianto, calon presiden dari Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) menyadari betul dampak dari penerapan energi alternatif. Dalam pemaparan 8 program aksi untuk kemakmuran rakyat, di Jakarta, Selasa (10/3), ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) itu mengatakan, pihaknya telah menyiapkan program kemandirian energi.

Konsep Prabowo sederhana saja. Dia akan membuka 2 – 4 juta hektare hutan aren, dengan sistem tanam tumpang sari, untuk produksi bahan bakar etanol sebagai pengganti BBM. Pembukaan lahan ini akan menjadikan Indonesia sebagai negara pengekspor bahan bakar nabati setelah 7 tahun masa tanam. Dalam kalkulasinya, empat juta hektare hutan aren menghasilkan sekitar 56 juta mt etanol/tahun.

Mengapa pohon aren? Ide ini muncul ketika ia mengamati beberapa negara Amerika Latin yang beralih menggunakan energi alternatif, seperti Kolombia, Brasil, dan Tanzania di Afrika Timur. Setelah diselidiki, kata Prabowo, ternyata tanaman aren seluas empat juta hektare yang ada di Kolombia itu berasal dari Minahasa, Sulawesi Utara. “Brasil kirim pakar ke Minahasa. Tanzania kirim menteri ke Minahasa untuk meneliti dan belajar program etanol dari aren. “Lalu Indonesia?” tanya Prabowo kecewa.

Indonesia memang kaya akan sumber alam. Bahan bakar nabati bisa dari apa saja. Kita tidak perlu lagi mengebor bumi untuk mengais sisa-sisa minyak. Saatnya mengebor minyak yang ada dari energi alternatif. Ada kelapa sawit, jarak pohon, singkong, aren, kemiri, tebu, jagung, sagu, dan sebagainya. Semuanya memiliki kelebihan dan kekurangan.

RL Kembangkan Industri Gula Aren

Sumber: Bengkulu Ekspress, Sabtu, 14 Maret 2009 ; http://www.bengkuluekspress.com/

Ada peluang untuk pengembangan ke arah agribisnis itu, ujar Kepala Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan RL, Drs Hamka Rauf melalui Kepala Bidang Industri, Hasmir SH, kemarin.

Dijelaskannya dari segi topografi, dukungan curah hujan yang cukup serta suhu alam yang baik di kabupaten ini sangat potensial untuk dilakukan pengembangan industri, khususnya industri gula aren. Pada dasarnya kata Hasmir, RL memiliki 3 basis pengembangan industri, yakni industri bahan baku dari aren, karet dan kopi. Akan tetapi pemerintah daerah lebih mengunggulkan industri yang berbasis bahan baku dari aren.

Program ini sudah terencana cukup lama, namun untuk pelaksanaannya kita membutuhkan bantuan dari dinas instasni untuk ikut mendukung realisasi kegiatan itu, tukasnya. Beberapa upaya yang perlu dilakukan meliputi peningkatan produktivitas aren per-hektar, peningkatan luas sebaran tanaman aren, pemberantasan hama, peremajaan/penanaman pohon aren, peningkatan metode panen aren serta dukungan permodalan bagi para perajin. Dukungan ini sangat kita butuhkan untuk memulai membentuk industri agribisnis di RL, tambah Hasmir.

Di sisi lain, dukungan Pemprov Bengkulu untuk menjadikan Kabupaten RL sebagai sentra produksi gula aren sudah digembar-gemborkan sejak kepemimpinan Agusrin M Najamudin tahun 2004 lalu. Sebagai bentuk dukungan nyata, gubernur sudah melakukan peletakan pertama membangun pabrik gula aren di kawasan Desa Beringin III Kecamatan Sindang Kelingi dan saat itu mendatangkan Menteri Koperasi dan UKM, Surya Dharma Ali ke Provinsi Bengkulu pada pertengahan 2007 lalu.

Namun hingga kini recana pembangunan pabrik gula aren tersebut masih belum jelas, kapan dilakukan. Hal itu jelas membuat masyarakat didaerah tersebut mempertanyakan keseriusan pemerintah. (999)

Populasi Pohon Aren Terus Berkurang

Sumber: http://www.beritacerbon.com/ 30 Mar 2009 23:35 – Ajun

KUNINGAN : Bicara pohon aren, tentu saja tidak terlepas dari beberapa manfaat bagi kehidupan manusia. semua unsur yang ada pada pohon aren bisa diolah baik untuk makanan, minuman maupun industri kerajinan rumah tangga.

Seperti dikatakan Penyuluh Kehutanan dan Perkebunan Kecamatan Ciawigebang, Kabupaten Kuningan, Wawan Setiawan, pohon aren boleh dikatakan jenis tumbuhan multiguna. Pasalnya, semua bagian yang ada pada pohon aren bisa menjadi sesuatu yang bernilai tinggi.

Contohnya, lanjut dia, pada bagian pohon aren mengandung nira yang bisa dijadikan minuman segar atau bahan baku pembuatan gula aren, begitu pula buahnya untuk bahan baku kolang-kaling. Selain itu, pohonnya untuk bahan material, rantingnya untuk sapu lidi dan banyak lagi bagian lainnya yang bisa dimanfaatkan. Sayangnya, populasi pohon aren kini terus berkurang karena banyak ditebang.

“Berkurangnya populasi pohon aren ini, karena banyak ditebang seiring berubahnya fungsi lahan kebun menjadi kawasan perumahan dan banyak berdirinya bangunan lainnya,”kata Wawan.

Menurut dia, pohon aren tumbuh dengan sendirinya, melalui perkembangbiakan kotoran hewan musang dan sampai sekarang belum dibudiidayakan khusus oleh masyarakat.

Dikatakan, pohon aren bisa dibudidayakeun, dengan cara pembenihan bijinya yang memanfaatkan H2SO4, satu cairan kimia. Tapi upaya itu belum bisa diterapkan di masyarakat, karena prosesnya cukup sulit. (BC-99)

April 2009

Sampoerna Hijau Kampanyekan ; Ayo Hijaukan Lingkungan Kita!

1 SMS = 1 Pohon

Sumber: http://www.kabarindo.com/; Kontributor  Teks: AruL ArisTaTuesday , 07 April 2009

“Program Sampoerna Hijau Kotaku Hijau kembali bergulir. Sebagai bagian dari kegiatan rutin dalam menumbuhkan jiwa peduli kepada lingkungan sekitar, Sampoerna Hijau terus melanjutkan dan melaksanakan kompetisi penghijauan kota tingkat Nasional .”

Jakarta, Kabarindo- Selain perlombaan lingkungan hidup, rangkaian Sampoerna Hijau Kotaku Hijau juga diramaikan dengan pogram SMS Billboard. Program ini akan mengajak masyarakat berkontribusi secara langsung dengan cara mengirimkan Short Message Service (SMS).

Terbukti, setelah dijalankan pada tahun lalu di kota Bandung dan sekitarnya, mampu menjaring sekitar 10,000 SMS yang disetarakan dengan 10,000 pohon. Pohon hasil sumbangsih masyarakat melalui SMS ini pun telah ditanam di empat titik penanaman, antara lain: Situ Ciburuy di wilayah Bandung Barat (Pohon Aren), Pasir Impun di wilayah Bandung Timur (Pohon Mangga), serta Dayeuh Kolot (Pohon Sukun) dan Puncrut di wilayah Bandung Utara (Pohon Pinus).

Berbekal kesuksesan tersebut, tahun ini program SMS Billboard merambah ke dua kota yang mewakili Regional Jawa Timur (Malang) dan Regional Jawa Tengah (Yogyakarta). Adapun periode pengiriman SMS terbagi menjadi dua yaitu Periode I (23 Maret lalu – 2 Mei) dan Periode II (27 April – 7 Juni).

Lebih jelas Brand Manager Sampoerna Hijau, Suminto Alexander Hermawanto menjelaskan, “Kami melihat program SMS Billboard terbukti efektif untuk menggerakan masyarakat agar peduli terhadap lingkungan khususnya di era digitalisasi yang serba individu ini. Terutama di kota besar seperti Malang dan Yogyakarta yang menjadi target kami di tahun 2009, dimana kesadaran untuk kerja bakti dan gotong royong dalam menjaga lingkungan mulai luntur karena kesibukan masyarakat,”.

Hasil yang terkumpul dari kegiatan SMS Billboard ini, nantinya akan dilakukan penanaman pohon di beberapa area Malang pada 3 Mei 2009 dan Yogyakarta pada 7 Juni 2009. “Bagi kami, cara ini membawa semangat Sampoerna Hijau yang memiliki pemikiran bahwa berawal dari niat yang positif, sederhana dan bisa dilakukan bersama-sama, maka tentunya akan memberikan manfaat yang besar. Seperti tagline ‘Nggak Ada Loe Nggak Rame’, maka partisipasi tiap individu di program ini memiliki peran sangat besar,” tutup Alex.

Adapun mekanisme SMS Billboard yang akan digunakan yaitu pengirim SMS harus berusia 18 tahun keatas, dengan mengirimkan satu SMS akan mewakilkan satu buah pohon guna disumbangkan bagi pelestarian lingkungan. Jumlah SMS yang terkumpul nantinya akan dicantumkan di sejumlah billboard interaktif Sampoerna Hijau sesuai dengan jumlah yang telah disumbangkan oleh masyarakat. Tidak perlu bersusah payah, cukup kirim SMS ke 3949, ketik: Hijau# Nama#Jenis Kelamin#Umur, yang artinya Anda telah menyumbang satu buah pohon.

Its Awesome……………!!!

Pangkas Produksi Cap Tikus, Segera Dibangun Pabrik Ethanol Di Bacan

Sumber: http://www.halselkab.go.id/ Selasa, 07 April 09, 08:15:32,

Labuha, Warta

Sekalipun kadang dilanda dengan isu-isu negative yang sengaja dimunculkan orang-orang tak bertanggung jawab yang tidak menginginkan Halsel untuk tetap stabil dalam berbagai kemajuan yang diraihnya, namun Halsel tetap saja menarik minat para investor yang telah mengetahui potensi besar yang dimiliki daerah ini. Salah satu investor tersebut baru-baru ini mempresentasikan keinginannya untuk mendirikan pabrik Etanol di Bacan, dan bahkan direncanakan di berbagai kecamatan yang ada di Halsel.

“Potensi Halsel yang cukup banyak didapatkan pohon aren begitu luar biasa untuk didirikan pabrik ethanol sebagai bahn bakar” jelas Nasrun Abdul Jabir, perwakilan dari perusahaan yang akan mendirikan pabrik ethanol tersebut dalam presentasinya di Kapal Halsel Ekspress’ 01 yang dipandu Direktur Operasional PD Prima Niaga Halsel Muhammad Arfian kepada Bupati, Wakil Gubernur Malut, unsur Muspida dan para kepala badan maupun dinas, Rabu (25/3).

Untuk meyakinkan Nasrun mengatakan pihaknya sudah melakukan uji coba produksi ethanol yang berasal dari pohon aren tersebut di desa Wayamiga belum lama ini. Dari sini diketahui kadar ethanol yang dihasilkan cukup menjanjikan. Sekedar contoh Nasrun menjelaskan, untuk ethanol hasil uji cobanya sebanyak satu gelas kemasan aqua yang digunakan untuk memasak dengan menggunakan kompor, ternyata sebanding dengan tiga gelas minyak tanah. Artinya dengan menggunakan bahan bakar Ethanol tersebut untuk memasak, lebih hemat satu banding tiga dibandingkan minyak tanah. Begitupun dari sisi harga juga jauh menjanjikan dibanding bila masyarakat menggunakannya untuk produksi miras cap tikus.

“Tentunya hal ini bisa memangkas produksi cap tikus karena masyarakat akan meraih pendapatan yang lebih banyak” terangnya.

Ditambahkannya, luas lahan pohon aren di Bacan saja seluas 57 ribu hektar dengan tegakan produktifnya setidaknya terdapat 30 pohon perhektar, atau berdasarkan survey yang telah dilakukan terdapat 2 juta pohon dalam seluruh luasan areal tersebut. Dari 2 juta ini bila 100 ribu saja yang menghasilkan aren dimaksud menurutnya akan mampu menghasilkan 3 juta liter aren perhari, dan hal ini akan menghasilkan sekitar 45 ribu liter ethanol perhari dengan nilai ekonomisnya sekitar 45 Milliar perhari.

Nasrun yang juga anggota Deprov dari FPKS ini menyatakan tidak ingin memonopoli pembelian aren untuk Ethanol yang menurut rencana juga akan terlibat Perusda dalam pengelolaannya tersebut. Sebab menurutnya ada juga investor dari Brasil dan Korea Selatan yang meminati potensi aren di Halsel tersebut untuk bahan Ethanol.

Sebagai jaminan keseriusannya dalam rangka ikut menaikkan pendapatan petani pohon aren, Nasrun berjanji akan menyediakan dana Rp 5 Milliar sebagai tahapan pertama pendirian pabrik ethanol dan pembelian pohon aren tersebut. Bila sudah terwujud, lanjut Nasrun, menurutnya di Halsel nantinya bisa berdiri kilang-kilang minyak Ethanol. Sementara Bupati Muhammad Kasuba menyambut baik rencana investor yang akan mendirikan pabrik Ethanol di Halsel ini. Terlebih pendirian pabrik tersebut selain akan meningkatkan pendapatan petani juga akan memangkas produksi miras cap tikus yang selama ini masih dilakukan sebagian warga yang ada.

Mampu Ciptakan Cokelat Batangan dan Tepung Pati Aren

Sumber: http://www.radarsulteng.com/; Senin, 20 April 2009

SALAH satu orientasi Faperta dalam menciptakan lulusan berkualitas, adalah sarjana yang siap pakai dan tidak semata-mata menggantungkan keinginan menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). Upaya yang dilakukan, dengan mengorientasikan mahasiswa untuk mampu berwirausaha dan menciptakan lapangan pekerjaan sendiri, dengan cara mengolah hasil pertanian menjadi sesuatu yang lebih bernilai produktif dan siap dikomersialkan dalam bentuk yang lebih dari sekadar hasil pertanian.

Di laboratorium teknologi hasil pertanian, berbagai macam hasil olahan hasil pertanian berhasil diciptakan. Di antaranya cokelat batangan yang tak kalah gurihnya dengan cokelat batangan yang berlisensi produsen luar negeri, pasta dan bubuk cokelat bahan pembuatan kue kering dan basah. Yang paling mutakhir, di laboratorium yang dipimpin Ir Nur Alam MP ini, baru saja berhasil menciptakan tepung pati aren.

Dengan temuan ini, dapat menimalisir tingginya ketergantungan pemakaian terigu, karena tepung pati aren, tandas Nur Alam, dapat mensubtitusi penggunaan terigu hingga 40 persen. Bahkan dalam pembuatan mihun, tepung pati aren dapat menggantikan terigu hingga 100 persen.

“Dari rangkaian hasil penelitian yang kami lakukan bersama mahasiswa, mihun hasil olahan dari tepung pati aren, baik bentuk maupun rasanya tidak berbeda dengan mihun yang dibuat dari tepung terigu,”tandas Nur Alam.

Selain itu, dari hasil penelitian mengenai kandungan tepung pati aren, diketahui kalau kandungan nutrisinya tak jauh berbeda dengan tepung terigu. Tepung aren katanya, juga banyak mengandung senyawa karbohidrat dan bisa menjadi makanan alternatif pengganti beras. Tepung pati aren, berbeda dengan pati sagu. Sagu katanya, patinya memiliki bau yang tajam dan khas, serta cepat perubahan warnanya. Namun untuk pati aren, seperti halnya terigu, baik warna dan baunya tidak terlalu tajam. Warna pati aren, juga putih seperti terigu.

“Kalau secara sekilas kita lihat, tampak tidak ada perbedaan antara tepung pati aren dengan terigu,”sebutnya.

Berhasil membuat tepung pati aren, Nur Alam belum merasa puas. Bersama dengan mahasiswa Faperta, saat ini tengah dilakukan penelitian untuk pembuatan bungkusan permen, bumbu dapur yang terbuat dari tepung aren. Kelak jika penelitian tersebut berhasil, maka akan ada dua keuntungan yang diciptakan. Pertama kata Nur Alam, dengan pembungkus berbahan tepung pati aren, akan meminimalisir penggunaan plastik yang saat ini mulai tak direkomendasikan penggunaannya di beberapa belahan bumi, karena sampah plastik tak bisa diurai oleh tanah.

“Keuntungan kedua, akan lebih praktis. Sebab nantinya, pembungkus itu akan ikut larut bersama permen yang akan dimakan atau ikut larut dalam bumbu yang akan digunakan,”katanya lagi.

Pengolahan hasil pertanian ini tandas Nur Alam, tujuannya tidak lain untuk mengorientasikan para mahasiswa Faperta, agar kelak setelah menjadi alumni Faperta, secara mandiri bisa mengolah hasil pertaniannya menjadi sesuatu yang memiliki daya jual lebih tinggi, dibandingkan jika hasil pertaniannya dijual masih dalam bentuk mentah atau bahan baku.

“Berkat ilmu dari laboratorium teknologi hasil pertanian ini, kami mendapat laporan, bahwa ada satu alumni Faperta Untad yang saat ini berdomisili di Kabupaten Luwu Sulawesi Selatan, mampu membuat beberapa jenis makanan ringan dengan cara mengolah hasil pertaniannya sendiri. Usaha ini cukup berhasil, salah satu andalannya adalah emas batangan yang juga hasil olahannya sendiri,”kata Nur Alam semringah.(hnf)

Mei 2009

Bibit Aren Diserang Hama Babi

Sumber: Sriwijaya Post – 12 Mei 2009; http://www.sripoku.com/view/11601/Bibit-Aren-Diserang-Hama-Babi

MUSIRAWAS, SELASA – Bibit aren sebanyak 20 ribu batang yang ditanam di sepanjang jalan di Kecamatan Selangit nyaris habis diserang babi hutan. Bibit yang ditanam sejak tahun 2007 dan merupakan program Pemkab Musirawas untuk menjadikan Kecamatan Selangit sebagai sentra tanaman aren itu sebagian besar tidak tumbuh.

Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Musirawas saat rapat evaluasi di kantor kecamatan setempat Selasa (12/5) mengakui, serangan babi hutan menjadi kendala utama program arenisasi di Kecamatan Selangit.

Sementara Bupati Musirawas Ridwan Mukti mengatakan, pola penanaman mesti dievaluasi dan dirumuskan kembali, agar target penanaman 100 ribu batang tanaman aren di Kecamatan Selangit bisa tercapai.

“Mengapa untuk tahap awal yaitu penanaman tahun 2007 pohon aren ditanam dipinggir jalan dan itu untuk memancing investasi. Tapi jika ada kendala, seperti serangan babi hutan maka untuk penanaman tahun 2009 dan seterusnya bisa dialihkan ke lahan-lahan pekarangan warga” katanya.

Perhutani Lirik Nyamplung, Siwalan, Aren

Sumber: Suara Merdeka, Kamis, 14 Mei 2009; http://www.perumperhutani.com/

GROBOGAN- Perhutani Unit I Jateng tertarik membudidayakan tanaman nyamplung, aren dan siwalan secara besar-besaran karena fungsi dan manfaatnya. Selain karena dapat diolah menjadi energi alternatif yang terbarukan (bioetanol), tiga tanaman itu juga menguntungkan secara ekonomis.

’’Perhutani unit I Jateng, diakui, mulai mengalihkan jenis tanaman di hutan produksi beberapa waktu ini. Dari semula fokus ke hutan penghasil kayu dengan pohon jati, kini diubah menjadi hutan penghasil energi dengan jenis tanaman nyamplung, aren dan siwalan,’’ kata Kepala Biro Pembinaan dan Konservasi Sumber Daya Hutan Ir Soewarno selepas menghadiri acara serah terima jabatan administratur Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Purwodadi di Pendapa Kabupaten Grobogan, Selasa (12/5).

Menurut Suwarno, penanaman pohon jenis ini diterapkan untuk lima KPH yang ada di wilayah Grobogan. Meliputi KPH Purwodadi, Gundih, Semarang, Telawa, dan Randublatung. Pemilihan tanaman sumber energi karena melihat perkembangan terutama menghadapi krisis air, pangan dan energi.

2,2 Juta Pohon

Sehubungan keinginan itu pula, Perum Perhutani Unit I Jateng sudah menanam 2,2 juta pohon nyamplung seluas sekitar 20.000 hektare, dan tanaman aren 200.000 pohon seluas 1.000 hektare. Bahkan tahun ini akan ditambah satu juta pohon nyamplung dan 4.500 hektare tanaman aren. Nilai ekonomis tanaman, dapat dilihat dari perhitungan satu hektare tanaman nyamplung berisi 400 pohon dapat menghasilkan 3.000-6.000 liter biodiesel dalam satu tahun.

Belum lagi, untuk satu hektare tanaman aren sebanyak 200 pohon aren yang bisa menghasilkan 40.000 liter bioetanol per tahun. Bupati H Bambang Pudjiono yang hadir dalam acara kemarin, menambahkan, capaian penanaman pohon di lima KPH menunjukkan perubahan dalam kurun waktu lima tahun ini.

Capaian itu mencakup reboisasi di atas 90% dan adanya peningkatan aktivitas lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) di lingkup Perhutani. Menurut bupati, luas wilayah hutan di Grobogan mencapai 65.000 hektare yang tersebar di lima wilayah KPH.

Sementara itu, jabatan Administratur KPH Purwodadi, kemarin diserahterimakan dari pejabat lama Ir Benyamin Hari Santoso MFor kepada pejabat baru Ir Joko Purnomo. Joko semula adalah Administratur KPH Mantingan, Rembang, sementara Benyamin akan menempati posisi baru di Perum Perhutani pusat.(H41-41)

PELATIHAN PENGOLAHAN GULA AREN ASTAMBUL

gula aren

Sumber: http://banjarkab.go.id/; Wednesday, 06 May 2009

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Banjar memilih Kecamatan Astambul sebagai tempat Pelatihan Pengolahan Gula Aren mengingat kawasan ini dapat menjadi sentra penghasil bahan baku gula aren. Sebanyak 20 orang Petani Aren Astambul sebagai peserta pelatihan dilatih secara teori dan teknis aplikasi oleh para instruktur Fakultas MIPA Unlam Banjarbaru selama lima hari, 4 Mei s.d 8 Mei 2009.

Gula aren berasal dari nira ( cairan manis ) yang berasal dari tandan bunga jantan pohon enau dikumpulkan terlebih dahulu dalam sebuah bumbung bambu.Untuk mencegah nira mengalami peragian dan nira yang telah mengalami fermentasi tidak bisa dibuat gula,maka ke dalam bumbung bambu tersebut ditambahkan laru atau kawao yang berfungsi sebagai pengawet alami, kata salah seorang instruktur pelatihan.

Pelatihan ini dimaksudkan sebagai pembekalan kepada masyarakat, khususnya peminat, perajin maupun pengembang gula aren, ujar Kabid Sumber Daya Manusia Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Banjar Drs. Putra, MAP. Jadi tujuannya memberikan pengetahuan teknis seputar pengolahan gula aren agar dapat menjadi hasil olahan yang sesuai standar kesehatan dan higienis agar terhindar dari kandungan zat – zat yang dapat merugikan tubuh.

Dalam memberikan pelatihan, Putra menjelaskan ,para instruktur menyediakan bahan belajar yang bervariasi dan menyajikannya secara gamblang , menjelaskan prosedur latihan yang akan dikerjakan dan selanjutnya memberi kesempatan yang seluas-luasnya kepada para petani untuk berlatih, dan mengarahkan serta mengawasi jalannya proses pembelajaran.

Sedangkan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Banjar Ir. H. Gusti Ruswanto mengharapkan pelatihan ini dapat memberikan manfaat dan nilai tambah, khususnya dari sisi tambahan penghasilan bagi keluarga maupun sebagai penyumbang PDRB Daerah. Selain itu pemahaman petani aren dapat lebih meningkat sehingga terjadi peningkatan mutu hasil olahan gula aren baik berupa kapasitas produksi, bentuk, model, packing/kemasan yang menarik, harapnya.

Sofyan Bikin Mesin Destilasi

*Hasilkan Air Aren 12 L Jadi Bioethanol 1 L

Sumber:  http://indonesiaenergywatch.com/info-info/sofyan-bikin-mesin-destilasi.html; 15 May 2009

pohon-aren-dengan-buah-212x300

Jakarta, IEW.– Bangsa Indonesia boleh bangga lagi. Betapa tidak, di saat krisis global kian mendera, masih ada segelintir anak negeri yang mampu menghasilkan produk modern. Seorang mekanik, Sofyan –begitu ia biasa disapa– berhasil mengembangkan sebuah mesin penyulingan sederhana mengolah produk tanaman menjadi bioethanol, di Minahasa Utara.

“Mesin destilasi ini dapat mengolah Singkong, Aren, Molase dan Sorgum menjadi Bioethanol dengan kadar antara 83% sampai 90%,” kata Soyfan, mekanik di PT Soher Energi, dalam siaran pers ESDM, Jakarta, Kamis (14/05/2009).

Menurut Sofyan, bahan bakar hasil penyulingannya dapat langsung dijadikan pengganti minyak tanah (mitan). Bahkan, lebih banyak keunggulannya dibanding mitan, yakni : lebih hemat, bersih (terhindar dari polusi), cepat, dan aman.

“Perbandingan sederhana 1 liter minyak tanah apabila dipakai non stop kemungkinan bakal bisa bertahan hanya dalam waktu 3,5 jam. Sedangkan 1 liter bioethanol dari penyulingan produk singkong, dan lainnya bakal bisa bertahan dari 4 jam hingga 4,5 jam,” ujarnya.

Sementara jika memakai Aren, dari 12 liter air Aren setelah diproses dalam penyulingan bakal menghasilkan 1 liter bioethanol. Hasil penyulingan itu bisa digunakan sebagai bahan bakar kendaraan bermotor dengan formulasi 1:9, yaitu satu liter ethanol dan BBM-nya 9 liter.

Sayangnya, pengembangan bahan bakar nabati (Biofuel) di tanah air belum sepenuhnya memberikan penghasilan yang cukup bagi pengembang. Produsen biosolar, yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (APROBI) masih mengeluhkan rendahnya patokan harga BBN di tanah air.

Emmanuel Hartarto, wakil ketua APROBI, juga mengeluhkan persoalan harga yang belum bagus. Serta Lambannya pemerintah dalam merealisasikan semua programnya terkait pengembangan BBN ini. (sunandar)

Usaha Gula Aren Purwakarta Kian Terpuruk

Sumber: http://cetak.kompas.com/ Senin, 1 Juni 2009 | 11:53 WIB

Purwakarta, Kompas – Usaha pembuatan gula aren di Kabupaten Purwakarta semakin terpuruk dalam beberapa tahun terakhir. Jumlah pembuat gula dan kapasitas produksi terus menurun karena bahan baku nira dan jumlah pohon aren terus berkurang.

Munajat (78), pengepul gula di Desa Cihanjawar, Kecamatan Bojong, Minggu (31/5), menyebutkan, dalam tiga tahun terakhir, jumlah pembuat gula di Cihanjawar berkurang dari 11 unit usaha menjadi 6 unit. Volume produksi juga merosot dari 100 kg per pekan pada tahun 2000 menjadi sekitar 40 kg per pekan saat ini.

Usaha yang telah berlangsung turun-temurun itu terancam punah karena para pembuat gula aren semakin sulit mendapatkan nira. Jumlah pohon aren di daerah itu terus menyusut karena ditebang dan dijual pemiliknya.

Menurut Sujang (72), warga Desa Cihanjawar, para pemilik pohon aren menjual pohonnya kepada pengusaha tepung aci karena terdesak kebutuhan hidup. Pohon aren berusia 10-15 tahun dijual Rp 400.000-Rp 500.000 per pohon.

“Padahal, jika ditekuni, usaha membuat gula aren lebih menguntungkan. Satu pohon aren usia dewasa bisa menghasilkan nira untuk 2-5 kg gula per hari dan dijual Rp 6.500-Rp 7.500 per kg,” ujar Sujang.

Dengan jumlah produksi dan harga jual gula minimal, warga hanya mendapatkan Rp 390.000 per bulan dari usaha membuat gula dari satu pohon. Desakan ekonomi membuat warga menjual langsung pohon aren, terutama pohon yang produksi niranya menurun.

Berdampak

Turunnya produksi gula aren di Desa Cihanjawar dan Pasanggrahan, Kecamatan Bojong, berdampak langsung pada usaha makanan tradisional di Desa Bojong Timur, Pawenang, dan Cikeris, Kecamatan Bojong, serta Desa Wanayasa, Kecamatan Wanayasa. Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku, pengusaha pengolah makanan di daerah itu terpaksa membeli gula dari pasar.

Padahal, selama ini kebutuhan gula dipenuhi pembuat gula aren setempat. Sejumlah pengusaha, seperti pembuat gula cikeris (olahan campuran gula aren dan gula pasir), borondong, dan makanan tradisional lain, bahkan membeli gula dari Kabupaten Sukabumi atau Cianjur untuk menutup kekurangan bahan baku.

Dampak lain dari berkurangnya pohon aren adalah penurunan produksi kolang-kaling. Bahkan, komoditas itu kian sulit ditemui, termasuk selama bulan Ramadhan. Sentra pembuatan gula aren Kabupaten Purwakarta di Kecamatan Bojong. (mkn)

Leave a Comment »

No comments yet.

RSS feed for comments on this post. TrackBack URI

Leave a comment

Create a free website or blog at WordPress.com.